rumah-rumah es (iip pasoloran)

RUMAH-RUMAH ES
(sebuah naskah reportoar)

Naskah: iip pasoloran

 

Meneropong peradaban yang telah dibangun oleh manusia kekinian, akan menyuguhkan kita sebuah tontonan yang sangat menggemaskan sekaligus MIRIS. Manusia yang pada awalnya menjadi pusat perhatian bumi, kini mulai kehilangan identitas kemanusiaannya. Dia telah menjelma menjadi setumpuk mesin dan dipaksa untuk memiliki masa kadaluarsa. Hedon dan pragmatis yang dikawal oleh kapitalisme buah tangan sekularisme, telah menjadi bumerang bagi keberadaan manusia dalam proses pencarian kemanusiaannya, yang pada akhirnya menjadikan dia hantu-hantu zaman yang kasat mata.

"Manusia punya potensi untuk menjadi manusia bahkan bukan manusia sekalipun"

 

 BABAK I

Gelap dan sunyi, hampir tak ada kehidupan. Perlahan-lahan terdengar suara-suarayang memecah sunyi mengantar proses penciptaan. setumpuk tanahlah yang menjadi awal dari seluruh proses penciptaan entitasyang bernama manusia. Dalam kegelapan terlihat kilas cahaya yang semakin lama semakin banyak dan bergerak cepat.

Kilatan cahaya itu lalu menghilang, kembali menjadi gelap dan sunyi. cahaya menerangi bagian-bagian tubuh manusia yang terus bergerak mencari potensinya masing-masing hingga sosok-sosok itu menjadi sempurna.

" Aku menjadi "

 

BABAK II

Terdengar suara langkah yang kemudian semakin lama semakin cepat. Tiba-tiba diam,  hanya suara desah nafas memburu.

 

Sosok I            : Kita sudah berjalan, berlari mengikuti peradaban,tidakkah kita lelah?

Sosok II           : Lelah? Tubuhku tidak lagi mengenal lelah. Sekarang atau besok aku akan semakin tinggi dan tinggi sampai kukalahkan langit.

 

Lalu dua sosok masuk sambil memainkan piring yang ada di tangannya, mereka berebut. Kemudian muncullah dua sosok lain. Sosok yang satu berjalan sambil mengoyang-goyangkan pinggulnya, dan yang satu berjalan sambil menutup wajah dengan kedua tangan.

 

Sosok  III         : Hukum apa yang bisa mengikat aku?

 

BABAK III

Sosok IV           : Peradaban telah menjanjikan segala bentuk kemudahan-kemudahan hidup dan     sekaligus menjebak dengan banyak  kenikmatan. Aku lelah bertarung di tengah badai zaman yang terus menggerogoti tubuhku yang semakin renta. Bolehkah sejenak ku istirahatkan mata yang terus melihat tingkah laku anak manusia?. Sekarang aku mulai sangsi atas kemulian kalian. Kita sedang mencicipi nikmat sekaligus busuk dari apa yang telah di perbuat. Lalu bagaimana menyikapinya?. Peradaban muncul bukan untuk dimusuhi pun bukan untuk dihindari, tapi ditaklukkan.

Dia bersenandung.

 

 BLACK OUT.

makassar, 15 juni 2008
ruang satu
 
ruang dua
 
sebuah ruang perkenalan awal sebelum persenggamaan jiwa dan persepsi menjadi sebuah sketsa hidup yang menggemaskan
ruang tiga
 
ajari aku tentang cara meraba langkahmu sambil membingkai jejak sebagai titipan untuk masa depan
ruang empat
 
kenalkan sosokmu di altar langit hingga biasnya menerangi bumiku
ruang lima
 
tentang cintaku padamu yang kemarin ku tambatkan di ranting-ranting pepohon.
 
Today, there have been 9 visitors (13 hits) on this page!
Terkadang kita harus mengakhiri sesuatu di tempat dimana kita memulainya. Karena sepertinya sebuah eksistensi kemanusiaan harus dipertanyakan kembali, apakah betul kita ada dan bergerak ditiap siang dan malam. Ruang-ruang ini semakin sempit saja, karena sebanyak apapun kita membuat opini tentang ruang, maka secara tidak sadar kita sudah berubah menjadi angkuh dan membatasi ruang yang kita pahami. Lalu apalagi yang mesti dipertahankan, jika pada akhirnya kita sendiri yang menciptakan batas ruang dan waktu itu dan kemudian menjelma menjadi...... This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free