kabar
dunia dalam berita. mari saling bertukar informasi...
Sejarah Singkat Teater Tangan UMI Makassar
upksbs umi makassar on 08/25/2010 at 2:13am (UTC)
 Sejarah Singkat Teater Tangan

UPKSBS-UMI (Unit Pengembangan Kreatifitas Seni Budaya dan Sastara Universitas Muslim Indonesia) Makassar adalah salah satu Unit kegiatan Mahasiswa yang konsentrasi pada wilayah kesenian dan kebudayaan didalamnya terdapat beberapa devisi sebagai konsentrasi dalam segi kekaryaan dan kelembagaan, antara lain devisi Teater, devisi Musik, Devisi Tari, devisi Rupa, dan Devisi Penulisan. UPKSBS UMI di dirikan pada tanggal 25 mei 1999 boleh dibilang masih sangat mudah dalam kelembagaan namun berusaha dewasa dalam bentuk Kreatifitas dan kekaryaan.
Pada tahun-tahun awal berdirinya UPKSBS UMI Makassar riset dan pementasan teater telah memenuhi kubangan-kubangan kreatifitas dan kekaryaan UPKSBS UMI dalam hal ini Teater Tangan div. teater UPKSBS UMI dengan spirit pada bentuk bentuk penghidupan tubuh, tulang, kata, dan ruang yang nyaris tak bermakna. beberapa karya yang sudah dipersentasekan oleh teater tangan merupakan salah satu bukti bahwa teater tangan merupakan salah satu kelompok teater yang ikut dalam perhelatan karya-karya teater di Indonesia Khususnya Di Sulawesi Selatan, ini ditandai dengan ikutnya pada beberapa pertemuan-pertemuan teater di Kalimantan, jawa, Sulawesi, Bali, dan Sumatera.
Teater Tangan yang berbasis Kampus mempunyai cirri dan karakter sendiri, dimana dalam sebuah penggarapan teater berusaha menjadikan gagasan tersebut sebagai riset, jadi dalam sebuah penggarapan teater menjadi sebuah ruang sharing bagi semua anggota teater tangan.
Berbagai persoalan sudah diungkap dalam gagasan teater yang dipersentasekan oleh teater tangan misalnya Reportoar tragedy April Makassar Berdarah yang dikemas dalam pementasan teater dan diadakan tiap tahun, tentang tragedy Bom bali yang dipersentasekan pada Pekan Performing Art di Kampus Udayana Denpasar Bali, menurut kami hal ini bisa mengarahkan para anggota untuk lebih peka terhadap persoalan persoalan yang terjadi dimasyarakat. Tidak lebih suatu ruang alternative bagi siapa saja yang ingin mengeluarkan gagasannya, sudut ruang yang berusaha untuk memiliki nilai artistic.
Teater Tangan UPKSBS UMI menjalani prosesnya di jalan Kakatua NO. 27 Kampus I UMI telah melahirkan beberapa naskah dan repotoar dan dipersentasikan dibeberapa tempat mulai dari awal berdirinya sampai sekarang

- menjelang eksekusi naskah Ancha Ardjae lalilo, sutradara Ancha Ardjae lalilo
- AMARAH Teks/Sutradara Ancha Ardjae lalilo
- Titian Nurani Naskah/Sutradara Ancha Ardjaelalilo
- Kursi Alif I Naskah/Sutradara Ancha Ardjaelalilo
- Kursi Alif II Naskah/Sutradara Ancha Ardjaelalilo
- Teater tanpa Judul Naskah/Sutradara M. Akbar
- Nyala Api Terakhir, naskah/Sutradara Ancha Ardjaelalilo
- Nisan Nisan, naskah/sutradara Ancha Ardjaelalilo
- AMARAH, teks/sutradara Ancha Ardjaelalilo
- Peserta pada Teater Mahasiswa Indonesia yang diadakan oleh Teater Kampus Unhas, pada kegiatan ini mengangkat naskah Tragedi AMARAH dan mendapat penghargaan skenografer terbaik.
- Mendulang Sepotong Nurani, teks/sutradara Ancha Ardjaelalilo
- Sebuah Keputusan, Sutradara Ancha Ardjaelalilo
- Menjelang Eksekusi, Naskah Ancha Ardjaelalilo
- Nisan Nisan, Naskah Ancha Ardjaelalilo, sutradara Firman Anwar
- Setan, naskah/sutradara Ancha Ardjaelalilo, dipentaskan pada Milad II
- AMARAH II teks/sutradara Chali.G
- Dokter Gadungan, Naskah Moliere Sutradara Ancha Ardjae Lalilo
- Pentas Kolosal karbala, adaptasi Novel Musolabib, sutradara Ancha Ardjae lalilo
- Pelaksana Temu Teater Mahasiswa Nusantara I (TEMU TEMAN I) di Benteng Somba Opu dan Gedung Kesenian SULSEL.
- AMARAH teks/sutradara Ancha Ardjaelalilo
- Bahaya Bahaya Mematikan atawa AMARAH fase IV teks /Sutradara Mamat Mariamang
- Nyanyian Tersisa, Teks/Sutradara Mamat Mariamang
- Sepi, Naskah Putu Wijaya Sutradara Ancha Ardjaelalilo
- Amarah Fase V naskah Teks/Sutradara M. Yasin Yunus
- Peserta Festival Teater Mahasiswa Nasional dengan judul lakon Rt nol Rw nol, naskah iwan Simatupang, Sutradara Mamat Mariamang
- Diam=Mati, Naskah/Sutradara Ahmad Fardi
- Iraq Under Attack, Naskah/Sutradara Ahmad Fardi
- Demokrasi Mimpi, adaptasi SOSOK Sutradara Subhan Makkuaseng
- Etalase Bulan Sabit II, Naskah Asia Ramli Prapanca, sutradara Ahmad Fardi
- Mata Waswas Awas Mata, teks/sutradara Ibrahim Massidenreng
- Tanpa Kata, teka/sutradara Ahmad Fardi
- Daun Tanpa Kata, Teks Sutradara Ahmad Fardi
- Loket Loket, sebuah performance tentang gagasan Perpustakaan yang komunikatif pada ruang pelataran Aula UNG
- Tanya Jawab, teks/Sutradara Suban Makkuaseng
- HAM dan DEmokrasi,sebuah Performing peringatan Kematian Munir di Tol Reformasi km 04.
- Bulan disiang Hari, Teks/Sutradara iip pasoloran
- Kotoran, Teks /Sutradara Zukhaer
- Nihil, Teks/Sutradara Zukhaer
- Pancaroba, Teks/Sutradara Zukhaer
- Rumah-rumah Es, Teks/Sutradara iip pasoloran
- Elegi Negeri Lumbung, Sebuah teaterikalisasi puisi, teks/sutradara: iip pasoloran
- Kemerdekaan, naskah: unknown/sutradara: iip pasoloran
- Malam Jahannam, Naskah:Taufik Al-Hakim/sutradara Zukhaer

bersambung.........
 

KRONOLOGIS APRIL MAKASSAR BERDARAH 1996 (AMARAH)
bangsa indonesia on 08/25/2010 at 1:49am (UTC)
 KRONOLOGIS APRIL MAKASSAR BERDARAH 1996
AMARAH

Sejenak, mari memungut sejarah pedih satu demi satu kemudian menyusunnya tak menjadi menara gading.
Amarah sudah berusia satu dasawarsa, tapi seolah-olah masih menjadi artefak di dinding-dinding penjara ketidak-adilan dan disulam menjadi tirai emas para tiran.

03 April 1996
Berawal dari kebijakan pemerintah dan keluarnya SK MENHUB tentang kenaikan tarif angkutan umum yang ditindak-lanjuti dengan SK walikota Makassar no: 900 tahun 1996 tentang penyesuaian tarif angkutan kota di kota Makassar. Kebijakan itu sangat memberatkan dan membuat semakin terpuruknya ekonomi masyarakat, maka dari inilah muncul geliat-geliat mahasiswa Makassar dalam merespon kebijakan pemerintah yang sangat tidak memihak masyarakat. Geliat-geliat ini akhirnya berakibat digelarnya aksi demonstrasi besar-beasaran oleh mahasiswa Makassar.

Senin, 08 1996
Pukul 10.00 pagi
Sekitar 200an mahasiswa yang tergabung dalam forum Pemuda Indonesia Merdeka (FPIM) menggelar mimbar bebas di kampus UMI dan kemudian menuju ke DPRD tingkat I Sul-Sel untuk mengajukan memorandum pencabutan SK maut dari Gubernur no: 93/96 dan walikota no: 900 tahun 1996.

Senin, 22 1996
Pukul 10.00 pagi
FPIM kembali menggelar mimbar bebas di kampus UMI
Pukul 11.00 pagi
Terjadi insiden kecil antara mahasiswa dan pegawai gubernuran di kantor gubernur. 8 orang utusan FPIM keluar dari gubernuran tanpa mendapat hasil apa-apa
Pukul 12.00 siang
Di jalan Urip Sumoharjo mahasiswa UMI melakukan aksi bakar ban.

Selasa, 23 1996
Pukul 11.30 siang
Mahasiswa UMI menggelar aksi spontan dengan menahan mobil damri di jalan Urip Sumoharjo sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah.
Pukul 13.30 siang
Aparat keamanan dari kepolisian datang dan segera membentuk pagar betis.kemudian terjadi dialog antara mahasiswa dan pihak kepolisian. Tiba-tiba satu truk aparat keamanan dari Garnisun datang dan membentuk pagar betis di belakang aparat kepolisian dan mamaksa mahasiswa untuk mundur dan masuk kedalam kampus.
Hal ini dimamfaatkan oleh pihak yang tak bertanggung jawab dan melakukan aksi pelemparan batu sehingga aparat keamanan merengsek dan menyerbu masuk ke dalam kampus sambil melakukan aksi pemukulan dan menembakkan gas air mata. Dan lebih tragisnya lagi, mereka melakukan penamparan dan mencaci-maki mahasiswi yang ada di depan Fak. Ekonomi. Mereka juga merusak berbagai fasilitas kampus serta ratusan kendaraan roda dua dan satu kendaraan roda empat. Batu melawan senjata, itulah gambaran perlawanan mahasiswa pada saat itu. Sekitar 20 orang mahasiswa ditangkap dan dipukuli sebelum diangkut.
Pukul 16.00 sore
Aparat keamanan mundur atas instruksi Kasdam VII Wirabuana Brigjen Pahrul Rosi dan mengadakan dialog dengan mahasiswa.
Mahasiswa kemudian menuntut pembebasan mahasiswa yang ditangkap sampai pukul 19.00 malam tanpa syarat.

Rabu, 24 April 1996
Pukul 10.00 pagi
Mahasiswa kembali melanjutkan aksi di depan kampus dengan menahan sebuah mobil pengangkut sampah sebagai bentuk kemarahan dari aksi masuk kampus dari aparat keamanan.
Pagi itu 2 orang anggota ABRI di hadang dan dipukuli oleh mahasiswa
Pukul 13.25 siang
Aparat keamanan dari kesatuan kavaleri tiba di depan pintu kampus lengkap dengan persenjataan dan tiga panser. Mereka kemudian masuk menyerang mahasiswa ke dalam kampus sementara mahasiswa mencoba menahan aparat masuk lebih jauh. Dalam suasana yang memanas, tiba-tiba ada yang melempar sebilah bambu yang berakibat masuknya aparat lebih dalam lagi.
Pukul 14.00 siang
Mahasiswa mengadakan rapat di auditorium Al-Jibra. Setelah itu sejumlah civitas akademika UMI melakukan dialog dengan aparat keamanan supaya membolehkan mahasiswa untuk pulang.
Pukul 15.50 sore
Aparat hanya mundur radius 3 meter di depan pintu kampus, bahkan mereka memukuli mahasiswa yang ingin pulang sehingga mereka lari dan kembali masuk kedalam kampus. Tidak hanya sampai di situ, mereka pun menyerang masuk dengan dua panser melalui pintu dua dan menembakkan gas air mata di halaman mesjid sehingga yang melaksanakan shalat Ashar harus lari karena tak sanggup menahan rasa pedih.
Mahasiswa yang berada di pintu satu mencoba menahan aparat dengan cara melempari dengan batu, tetapi bala bantuan datang dan sebuah panser masuk bersama sejumlah aparat bersenjata lengkap dan memaksa mahasiswa untuk mundur. Mereka menembak para mahasiswa bukan denagn tembakan peringatan tapi menembak untuk membunuh mahasiswa.
Mahasiswa terdesak dan sebagian menyelamatkan diri lari ke dalam laboratotium dan ratusan mahasiswa lari ke tepi sungai pampang. Aparat kemudian mengejar mahasiswa yang berada di tepi sungai pampang kemudian memukul dengan beringas. Sebagian mahasiswa mencoba menyelamatkan diri dengan cara menlompat ke sungai, tapi pada dasar sungai pampang terdapat Lumpur setinggi 1 meter dan kedalaman kurang lebih 4 meter dengan arus bawah yang deras. Mahasiswa yang berlindung di fakultas di tangkap, lalu dipukuli dan ada yang ditelanjangi (laki-laki).
Masyarakat yang tidak tega melihat kekejaman ini mencoba memahan aparat, tetapi mereka pun dipukuli dan ditangkap.
Pukul 17.40 sore
Aparat meninggalkan lingkungan kampus dan berjaga-jaga di depan kampus.
Pukul 18.00 sore
Masyarakat memberitahu mahasiswa yang selamat bahwa ada mahasiswa yang terjun ke sungai dan tak muncul-muncul.
Pukul 18.15 malam
Seorang mahasiswa tanpa identitas ditemukan sekarat dan dibawa ke RS 45. kemudian seorang mahasiswa tak bernyawa di temukan dengan posisi kepala sampai pinggul terbenam di Lumpur. Dia… adalah Saipul Bya, mahasiswa fak. Teknik Arsitektur angk. 94
Pukul 18.30
Praktis aparat keamanan menguasai kampus 100%. Mereka memaksa mahasiswa meninggalkan kampus.mereka yang keluar kemudia di caci-maki dan dilempari dengan batu. Aparat bermalam di kampus.
Kamis, 25 April 1996
Pukul 07.00 pagi
Mahasiswa berusaha masuk ke kampus dengan segala cara karena diyakini masih ada korban yang belum ditemukan
Pukul 08.15 pagi
Mahasiswa dan masyarakat mencari korban dengan cara menyelam


Pukul 09.00
Kembali seorang korban tak bernyawa di temukan dan ternyata dia adalah Andi Sultan Iskandar.
Pukul 12.45 WITA.-
Mayat disemayamkan di rumah sakit 45 dengan ambulance kecepatan lambat dan sekitar 100 mahasiswa berjalan kaki.
Pukul 13.00 WITA. Masyarakat menemukan lagi M. Tasrif dengan luka dibagian muka dan badannya. Korban di semayamkan di Rumah Sakit 45 dan menuju kerumah duka. Melewati kantor gubernuran dan melakukan tindakan anarkis. Membakar tiga kendaraan aparat keamanan dan menggulingkan tiga tiang listrik.
26 april 1996
Pukul 6.00
Aparat keamanan menguasai kampus, mahasiswa tidak bisa masuk kampus tidak ada aktifitas perkuliahan.

Identifikasi korban
Syaiful bya, umur 21 tahun,mahasiswa teknik arsistektur umi 94 alamat, BTN paropo blok D 10/9 makassar meninggal disungai pampang, pada hari rabu 24 April 1996,. Pukul 18.15 malam dengan luka memar di bagian dada dan belakang seperti bekas pukulan. Di kebumikan, 25 april 1996 di gorontalo.

Andi Sultan Iskandar umur 21 tahun, mahasiswa fakultas ekonomi akuntansi, angkatan 1994.
Alamat jl. Sukariya 1 No.77 Makassar. Meninggal dengan luka pada dada bagian kiri bekas tusukan benda tajam. Wajah, jidat, kepala, dada dan punggung memar dan bengkak bekas pukulan benda keras.Jenasah dikebumikan di kuburan dadi Makassar pada hari jum’at 1996 pada pukul 13:00 WITA.

Tasrif, umur 21 tahun, mahasiswa fakultas ekonomi studi pembangunan, angkatan 1994. Alamat Jl. Tidung VII/Stp VII/No. 55 Perumnas Makassar. Dianiaya oleh militer dengan benda keras dan dibunuh kemudian ditenggelamkan di sungai pampang. Mayatnya ditemukan dengan luka bekas tusukan benda tajam pada leher sebelah kanan, pada wajah dan tubuhnya terdapat luka memar dan bengkak
 

Bila Nirwan Seorang Penyair
Ribut Wijoto on 08/25/2010 at 1:44am (UTC)
 Bila Nirwan Seorang Penyair
Oleh Ribut Wijoto
Sumber : apresiasi-sastra.com

Meski sama-sama wilayah kreatif, mungkin inilah takdirnya, penciptaan kritik sastra dan penciptaan puisi memiliki signifikansi keterbedaan. Keduanya menuntut ketekunan ataupun disiplin proses kreatif
tersendiri. Sejarah sastra Indonesia mencatatkan, banyak sastrawan yang sukses menulis kritik sastra. Kita memiliki Subagio Sastrowardoyo, Budi Darma, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono, Linus Suryadi AG. Kesemuanya adalah sastrawan mapan yang telah menulis kritik-kritik cemerlang. Fakta
lain yang tak bisa dipungkiri, banyak kritikus kita yang ternyata gagal mencipta puisi cemerlang.
Tahun 1930-an, tidak ada yang meragukan kapasitas kritik Sutan Takdir Alisjahbana. Pemaparannya dalam seri Kesusastraan Baru yang disiarkan Majalah Pujangga Baru seolah menampar tradisi puisi Melayu Lama. Sebaliknya, puisi Takdir tampak tenggelam ditelan gagasan-gagasan puisinya. Lihatlah kumpulan puisi Tebaran Mega. Puisi-puisi yang nyaris layu sebelum berkembang. Lebih parah lagi, puisi-puisi dalam kumpulan Lagu Pemacu Ombak. Itu seperti orang kaya berteriak-teriak minta jatah BLT (bantuan langsung tunai). Antara penampilan dan ucapan tidak nyambung. Gagasan Takdir tentang orisinalitas dan personalitas puitik justru lebih bisa dikonkretkan oleh Chairil Anwar. Lantas siapa yang meragukan kemampuan Dami Ndandu Toda dalam menulis kritik-kritik sastra. Buku Hamba-Hamba Kebudayaan merupakan bukti tak terbantah. Belum sah seorang penulis esai sastra di Indonesia jika belum membaca buku tersebut. Sebuah buku yang berhasil memberi paradigma logis atas perilaku aneh Sutardji Calzoum Bachri dalam berpuisi. Absurditas novel Iwan Simatupang pun bisa dijelaskan oleh Dami N Toda. Tapi sayang, puisi-puisi Dami tidak secemerlang kritik sastranya. Lihatnya kumpulan
puisinya Buru Abadi (2005). Di situ, puisi seperti mengemban kekangan konsep yang teramat ketat. Terlalu dibebani estetika. Bahkan, di situ, improvisasi pun seakan direncanakan. Nasib buruk kritikus yang menulis puisi juga dialami oleh Rachmad Djoko Pradopo. Amat mengherankan, seorang tokoh pengkajian puisi sekaliber dia ternyata menghasilkan kumpulan puisi Aubade (1999). Puisi-puisi yang
lebih pantas diciptakan oleh mahasiswa sastra semester pertama. Konon, HB Jassin pun menulis puisi. Hanya saja, sampai pada akhir hayatnya, dia belum hendak menyiarkan hasil ciptaannya. Apakah dia
menyimpan rapat puisi untuk menjaga reputasi kepausannya? Kita tidak tahu pasti. Kini, tahun 2008 kemarin, masyarakat sastra Indonesia dicengangkan oleh kehadiran buku puisi Jantung Lebah Ratu dari Nirwan Dewanto. Hampir semua orang tahu, Nirwan adalah seorang lulusan geologi yang meyakini
mampu mengedit puisi para penyair tanah air. Diedit agar memiliki daya jelajah tinggi, agar lebih tertib, puitis, metaforis. Dan selebihnya, puisi menjadi lebih seragam. Apakah puisi-puisi Nirwan akan senasib dengan para pendahulunya? Seperti deretan para kritikus sastra yang gagal mencipta puisi gemilang.
Jawabannya perlu ditunda dulu. Lebih baik mengutip sebagian puisi berjudul "Semangka" dari Nirwan Dewanto: Seperti kantung hijau berisi darah, berhenti percaya kepada tanah. Seperti bawal betina tak
bersarung, menggelincir ke ujung tanjung. Seperti periuk penuh kuah ari, penat sudah oleh bara api. Seperti kandungan delapan bulan, siap tersedak ke batang jantan. Puisi Nirwan tersebut sebenarnya berkisah tentang barang sederhana, semangka. Namun di tangan Nirwan, sesuatu yang sederhana itu menjadi rumit. Menjadi susah. Mengapa? Karena memang Nirwan tidak membahasakan dengan cara sederhana. Nirwan seakan mempersulit keadaan. Apakah Nirwan beranggapan bahwa "puisi yang istimewa" adalah "puisi yang rumit". Bisa jadi. Sebab, semangka dalam puisi Nirwan lebih tampak sebagai konsep tentang semangka daripada semangka itu sendiri. Sulit dibayangkan, semangka Nirwan adalah semangka petani yang tergeletak di tengah sawah. Atau setidaknya, semangka yang biasa didapati di supermarket. Padahal, sejarah tradisi puisi Indonesia mencatatkan, kegemilangan puisi
diperoleh berkat kesederhanaan dalam berpuitik. Bahasa Chairil Anwar sederhana, bahasa Subagio Sastrowardoyo sederhana. Pun juga bahasa dalam puisi Amir Hamzah, Rendra, Sapardi, Goenawan Mohamad, Oka Rusmini, apalagi Joko Pinurbo. Kesederhanaan puisi Sapardi adalah kesederhanaan yang mendalam. Membaca puisi Sapardi seakan dihadapkan pada lapis-lapis makna (baca: tingkatan semiotik). Misalnya pada puisi "Kebun Binatang". Lapis pertama adalah pembacaan biasa, bersifat informatif. Tanpa berusaha mencari maknanya, pembaca sudah bisa menikmati peristiwa ilustratif. Tentang pasangan muda yang datang ke kebun binatang dan bertemu dengan ular besar. Lapis kedua adalah pembacaan untuk mencari makna mendalam. Pembaca menafsirkan hubungan simbol (juga metaforis) antara ular dan wanita. Ternyata ada mitologi yang menghubungkan keduanya. Dan pembacan ketiga adalah pembacaan komparatif. Bagaimana pola estetik puisi Sapardi dibandingkan dengan puisi para penyair lain yang sezaman. Bagaimana kontribusi puisi Sapardi dalam tradisi puisi di Indonesia. Pola pembacaan yang sama juga bisa diterapkan dalam puisi Subagio Sastrowardoyo. Tapi pada puisi Nirwan, pembaca sudah tertahan pada lapis pertama. Itu terjadi karena puisi Nirwan terlalu rumit. Konsep. Yah, puisi-puisi Nirwan terlalu "gagah dalam konsep" namun kurang "rendah hati" dalam dunia keseharian. Puisi Nirwan terburu-buru ingin menjangkau semiotik lapis kedua tapi lupa membangun semiotik lapis pertama. Problem tersebut seakan mengulang kegagapan simiotik dari puisi produksi Sutan Takdir Alisjahbana, Dami Ndandu Toda, dan Rachmad Djoko Pradopo. Puisi-puisi yang tidak menghadirkan kejernihan landscape (panorama) dan kesederhanaan imaji (citraan). Padahal tidak hanya pada puisi "Semangka", pada beberapa puisi yang lain pun Nirwan juga bersandar pada benda-benda atau fenomena yang ada di keseharian. Lihat saja judul-judulnya: Kunang-Kunang, Cumi-Cumi,
Gerabah, Gong, Apel, Harimau, Ular, Akuarium, Ubur-Ubur, Lonceng Gereja, Putri Malu, Tukang Kebun, Burung Merak, Kopi, Garam, Bubu, Bayonet, Selendang Sutra, Lembu Jantan, Burung Hantu, dan Keledai. Semua yang bersifat sehari-hari tersebut menjadi rumit di tangan Nirwan. Pasalnya, Nirwan lebih bergerak di wilayah lambang (simbol) daripada wilayah citraan (metafor). Kasus yang sama sebenarnya terjadi pada puisi Mardi Luhung dan Afrizal Malna. Namun, meski terkesan rumit, puisi dua penyair tersebut amat komunikatif. Pola sintaktiknya lancar. Membaca puisi Afrizal dan Mardi seakan diajak ngobrol oleh penyairnya. Walau lingkungan teks yang dibangun berat tetapi aspek lisannya amat kuat. Semisal puisi "Tarian Cintaku di Balik Ombak" dari Mardi: Kutarikan tarian cintaku di balik ombang. Igalkan gelang-gelang, kaki, paha, bokong, pusar, susu setuntas-tuntasnya. Kutarikan tarian cintaku di balik ombak. Merayumu, mencumbumu, dan kita pun bersutubuh sehabis-habisnya, setandas-tandasnya.
Puisi Goenawan Mohamad (GM) sebenarnya juga rumit dan penuh persilangan intelektualitas. Namun seperti halnya puisi Acep Zamzam Noor, GM membalutnya dengan permainan citraan yang matang. Meski susah dicerna, puisinya enak dinikmati. Di situ ada maksimalisasi citra bunyi, gerak, warna, permainan ruang, dan kecanggihan rima. Tujuannya sederhana, ya itulah, agar puisi enak dinikmati.
Nirwan sebetulnya telah cukup akomodatif dengan menggunakan beragam pola sastra lama. Terutama pantun dan gurindam. Tapi, pemakaian sastra lama tersebut tetap tidak menolong untuk menjernihkan puisi. Mengapa? Karena, logika puisi Nirwan tak selaras dengan logika puisi lama. Semua puisi lama berpijak pada tradisi lisan. Aku lirik terlibat aktif dalam seluruh teks. Tubuh teks juga memiliki lagu. Ketika dibacakan, puisi lama mirip dengan nyanyian. Sedangkan puisi Nirwan berpijak pada tradisi tulis. Aku lirik seperti mengambil jarak dari teks. Walau telah ada rima di tiap akhir baris, efeknya tidak menciptakan lagu. Justru memunculkan kejanggalan. Tidak lugas. Seperti seorang lelaki yang memakai daster. Tidak pada tempatnya. Lain halnya dengan pemakaian pola pantun pada puisi "Lagu Gadis Itali" dari Sitor Situmorang. Sitor berhasil memadukan pola pantun dengan kesederhanaan ilustratif. Meski latar tempatnya di Itali, puisi tersebut serasa akrab bagi pembaca Indonesia. Beragam perbandingan ini sebenarnya bermuara pada satu hal klise, mencari esensi puisi. Tidak bisa tidak, puisi adalah pergumulan antara kesederhanaan dan kompleksitas. Pertautan kejujuran dengan manipulasi makna. Puisi menghadirkan keluguan manusia sekaligus memamerkan kecerdasannya. Oktavio Paz (penyair yang diidolakan Nirwan) ketika menuliskan puisi "Kisah Dua Taman", dia tidak menggunakan bahasa ilmiah atau bahasa yang susah dimengerti. Dia memaparkan argumentasi dan narasi dengan cara amat sederhana. Penuh citraan yang mudah dicerna pancaindra manusia. Hasilnya memang amat manusiawi. Dan di balik kesederhanaan itu, Paz mengabarkan kebaruan pemikiran: konvergensi. Pemikiran yang bersandar dari kitaran tradisi Amerika Latin dan tradisi India. Nirwan tampaknya tidak menyadari klise (yang lebih tepat adalah klasik) ini. Dia berlari jauh pada pemikiran-pemikiran. Melupakan kesederhanaan. Bahwa penyair mengkerutkan dahi dan menguras keringat dingin agar mampu mencipta bahasa sederhana. Bersahaja. Bandingkan dengan Amir Hamzah. Peziarah tradisi Melayu ini mengaji banyak kitab demi mencari pola pembahasaan yang mudah dicerna. Tidak memerlukan banyak referensi. Kerumitan puisi Nirwan diperparah dengan berjubelnya kosa kata arkais. Kata-kata yang telah dilupakan masyarakat pemakainya. Lihat kutipan puisi "Ubur-Ubur" ini: Ia mata-mata, hanya terpindai di antara nisan batukarang dan gaun ganggang. Ia surai singa di belanga Cina, terpilin oleh pecahan cermin. Pemakaian kosa kata arkais ini membuat teks puisi terpisah dengan konteks keseharian. Begitulah, menulis puisi tidak gampang. Tidak setiap orang yang menguasai teori puisi (baca: kritikus sastra) mampu menulis puisi secara lugas. Sebab, puisi membutuhkan kerendah-hatian. Dan seperti perempuan, tidak setiap gejolak diksi bisa dikontrol. Tidak bisa seenaknya memaksakan konsep puitik pada tubuh ringkih puisi. Jika pemaksaan tetap dijalankan, maka, puisi berubah jadi konseptual, layaknya matematika. Ia kehilangan kesehariannya, kebersahajaannya, dan ia kehilangan kemanusiaannya.

Surabaya, Matur Nuwun
 

<-Back

 1 

Continue->

ruang satu
 
ruang dua
 
sebuah ruang perkenalan awal sebelum persenggamaan jiwa dan persepsi menjadi sebuah sketsa hidup yang menggemaskan
ruang tiga
 
ajari aku tentang cara meraba langkahmu sambil membingkai jejak sebagai titipan untuk masa depan
ruang empat
 
kenalkan sosokmu di altar langit hingga biasnya menerangi bumiku
ruang lima
 
tentang cintaku padamu yang kemarin ku tambatkan di ranting-ranting pepohon.
 
Today, there have been 4 visitors (5 hits) on this page!
Terkadang kita harus mengakhiri sesuatu di tempat dimana kita memulainya. Karena sepertinya sebuah eksistensi kemanusiaan harus dipertanyakan kembali, apakah betul kita ada dan bergerak ditiap siang dan malam. Ruang-ruang ini semakin sempit saja, karena sebanyak apapun kita membuat opini tentang ruang, maka secara tidak sadar kita sudah berubah menjadi angkuh dan membatasi ruang yang kita pahami. Lalu apalagi yang mesti dipertahankan, jika pada akhirnya kita sendiri yang menciptakan batas ruang dan waktu itu dan kemudian menjelma menjadi...... This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free