iip pasoloran_3

KITA BELUM TUNTAS SAYANG

Ini masih pagi perempuanku

Tuntaskan dulu birahimu pada hari yang belum berakhir

Jangan lupa mengajak aku

karena akupun punya birahi yang sama

 

Ini belum selesai rembulanku

Masih ada gelap di sudut ruang itu

Sudikah kau membagi terang?

ataukah pertanyaan ini masih terjepit diantara kerongkongan dan otak

 

Teriakmu masih kurang lantang sayangku

Lihat, mereka masih saja ngaso di warung kopi milik indo’

Entah apa yang mereka bicarakan, mungkin tentang vaginamu atau tentang bodi rampingmu yang menggairahkan

 

Maaf atas katakataku hari ini

Buang saja kalau mengganggu tidurmu

Tapi kalau tidak, tolong simpan dalam kantongkantong jihadmu

Mungkin suatu hari berguna.

 

                      Makassar, mei 2006

                      iip pasoloran

 

 


 

 

           KONTEMPLASI SENJA

(untuk kota makassar)

Di sana,

 merah langit masih setengah

Sederet pulau setia pada waktu yang masih lugu

Sementara aku masih duduk di antara angkuh lampu-lampu losari

 

                                     Makassar, mei 2006

iip pasoloran

 

 


 

 

RUANG

Ada sosok tertidur di atas ranjang ketakutannya sendiri

Mungkin masih ada yang kosong padanya

Menarilah

  
Makassar, mei 2006

iip pasoloran

 

 


 

           23:57

Diantara deretan kursi dan di dalam ruang yang masih kosong

Aku duduk sambil memaki cinta

Dua helai daun muda bergesekan oleh angin aneh tak bernama

Aku masih terus memaki

Tapi malah menjadi hymne cinta bagi keduanya

 

 

                     Makassar, mei 2007

                     iip pasoloran

 

 

 


 

     KONTEMPLASI MIDNIGHT

Pada bulan setengah mataku menatap

Mari tanyakan malam acapkali dia merangkak di ubun-ubun langit

kenapa hanya setengah melukis bulan malam ini

Sebut saja kamuflase rasa

saat malam tertawa cekikan

mengintip jauh di bawahnya

tepat pada Romeo yang sedang mengais cinta Juliet

 

Pada bulan setengah mataku menatap

Ada titiktitik bintang yang membentuk kalimat langit

juga pada rasa saat mencapai puncak spiritual hakiki

Apakah sangat menggelikan?

 

Pada bulan setengah mataku menatap

Ah,

tampaknya masih sangat jauh

 

                                                                          Makassar, mei 2006

                     iip pasoloran       

 

 

 

 

           DOA BANGUN PAGI

Pada nas-nas Ilahi

Biarkan kucumbu matahari dengan bantal emas-Mu

Izinkan kubelai bias nurnya yang masih redup

agar tetap terjaga pada pagi yang belum berakhir

 

Pada ijtihad-Mu yang masih menganga

Sungguh kumau melangkahkan sebuah asa pada titik dimana ihsan hidup dalam kematian

 

Pada pagi yang masih lugu

Sampaikan salamku untuk siang setelahmu

biar dia tahu kalau aku masih tetap terjaga

 


                Makassar, pebruari 2006

iip pasoloran

 

 

 


 

 

SKETSA BULAN

“sketsa pertama”

PEREMPUAN lahir dari rahim seorang IBU

 

"sketsa kedua"

WANITA lahir dari rahim

MODERNISME

 

Makassar, september 2007

iip pasoloran

 

  

 

      ELEGI NEGERI LUMBUNG

Seandainya pena bangsa ini bisa menggaris kerut di tiap lembar sejarahnya

maka akan kuhantar dia pada tawa yang cekikikan

agar negeri ini bisa tahu kalau masih ada manusia di lorong-lorong gelap kota tepat pada sisi sudut janji-janji para corong Tuhan.

 

Kalau memang negeri ini tidak hanya dibangun dengan berlembar-lembar sejarah

lalu dimana kucur keringat yang sampai pada pucuk daun padi yang kemarin masih dibeli dari tetangga sebelah

ditaruh dimana warisan nenek moyang yang pada masa tertentu menjadi barang obral di pasar loak mancanegara

kemana perginya mereka yang masih setia pada waktu pagi memanggul harapan hidup setelah hari semakin malam

 

Seandainya tak kupertanyakan tentang sebesar apa negeri yang kutinggali ini,

apakah masih ada hidup yang bisa disinggahi agar bisa kurasakan juga bagaimana nikmatnya aroma fast food, Kentucky, Mc. Donald atau segarnya coca-cola, yang dibungkus cantik parcel perkotaan.

Atau dengan duduk tenang diteras rumah sambil menghirup udara segar dan ditemani segelas kopi hangat lengkap dengan koran pagi yang memuat berita pembangunan kota yang terus tumbuh liar.

 

Kalau memang negeri ini tidak hanya dibangun dengan berlembar-lembar sejarah,

kenapa tidak terdengar lagi indonesia raya ketika ada rakyat mengerang kelaparan dan meregang nyawa

kenapa tak terdengar lagu syukur yang menggema seantero langit tatkala ada berita tentang penyelundupan beras di sudut negeri ini

 

Seandainya tak kutanyakan tentang seberapa dalam mesti kutanam padi untuk makan sekeluarga,

apakah masih terus pohon beton menusuk bumi

dan membiarkan akar kokohnya mengambil inchi demi inchi lahan yang sudah kami patok demi bekal anak cucu kelak agar tak ada lagi elegi tentang hidup seorang ibu dan anaknya yang harus mati hanya karena tak cukup uang untuk makan.

Juga tentang berjuta-juta anak yang perutnya membusung akibat lapar, atau tentang anak yang tubuhnya tumbuh tidak normal karena tak mampu membeli gizi yang dijual hampir ditiap sudut kota yang katanya akan selalu mensejehterakan siapa saja yang ikut lari bersamanya.

 

Kalau memang negeri ini tidak hanya dibangun dengan berlembar-lembar sejarah,

kenapa setiap hari hanya omong kosong pembangunan yang membuai telinga supaya negeri ini bisa dikatakan maju

Kenapa semua bersembunyi di balik topeng kearifan budaya lokal ketika ada berita yang lagi-lagi tentang ketidak-adilan kota yang busuk

 

Sipakatau’ mana yang mesti kupajang rapi di dinding gamacca rumah I basse agar dia tidak lagi menjadi korban kerasnya kehidupan metropolitan

Sipakalebbi mana yang mesti kucampur ke dalam air susu Cici agar dia tidak lagi menangis karena lapar.

Sipakainga’ mana yang mesti kuceramahkan ditiap rumah-rumah ibadah agar yang hadir di sana tidak hanya memikirkan surga.

 

Seandainya tak kupakai lagi kata seandainya,

akankah semua yang dicatat pada lembar-lembar sejarah bangsa ini bukan hanya lagu nina bobo Aco kecil yang berjuang diatas ranjang pesakitan saat kita justru mengkonsumsi beritanya sambil melahap nikmatnya sarapan pagi yang hangat.

 

Seandainya tak kukenal lagi kata seandainya,

bisakah pembangunan tak lagi mengatasnamakan untuk rakyat agar tidak lagi keluar bau busuk dari mulut para bapak pembangunan yang selalu menari setelah berdiri kokoh di atas singgasana kemenangannya

 

Seandainya tak ada kata seandainya,

apakah mereka yang terus mengejar dunia tanpa melihat sekeliling akan berhenti sesaat tidak untuk sekedar mengucapkan turut berduka cita atas duka yang memang tidak untuk mereka.

 

Seandainya, seandainya, seandainya, atas nama rakyat, untuk rakyat, demi rakyat seterusnya dan seterusnya.

 

Kami bosan semua itu,

Kami tidak butuh kata-kata,

Kami tidak mau janji-janji,

Kami tidak makan kata-kata…..

 

 

Makassar, maret 2008

iip pasoloran

 

 


 

 

         ?

Kita sedang diajar merenung

Karena ruang itu pun hampir habis digerogoti rayap-rayap zaman

 

Kemarin, sekarang dan entah esok

Silahkan nikmati buah hasil kebun yang sudah digarap tempo hari sebab sebentar belum tentu ada yang tersisa

 

Tidak usah malu sebab kemaluan kita sudah diatur seenak dia menempatkan kemaluannya sendiri

Pun tak usah takut sebab kemarin dia sudah mengunci lemari nurani rapat-rapat.

 

Kalau besok tak ada yang berubah,

lalu apa lagi yang bisa dijadikan tameng untuk tunas baru?

 

Makassar, september 2007

iip pasoloran

 

 

 


 

KADO ULANG TAHUN

kita semakin gila saja

semua harus dengan selebrasi

sementara masih banyak yang harus dilakukan

happy birthday to you’

banyak yang belum bertemu nasi sejak tadi malam

 

kita semakin adaada saja

yang tua lempar batu sembunyi tangan

yang muda saling lempar telur

‘happy birthday to you’

banyak yang belum bisa tidur nyenyak di sini

 

kita adalah generasi mabok

penganut paham patturu’ turukang

generasi yang penting senang

generasi abuabu

 

‘panjang anunya, panjang anunya, panjang anunya serta mulia’

 

 

      Makassar, april 2007

 iip pasoloran

 

 


 

 

         MENU KITA HARI INI

Mak, lapar! Sejak pagi rongga perutku belum diisi.

; Pergilah ke dapur, di sana akan kau temukan sepiring tanah bekas galian pembangunan kota ini.

Makanlah!

Mudahmudahan kau bisa kenyang dibuatnya

 

Mak, apakah hanya sepiring tanah? Apa lauk kita hari ini?

     ; Di almari makan kita masih ada sisa tumis kayu bekas penggusuran warung bapak, tapi mungkin tinggal sedikit. Tak apalah, minimal itu bisa menemani santapmu.

 

Mak, apakah ada cemilan untukku juga?

     ; Tidak usah khawatir tentang itu anakku. Keluar saja kau ke jalanjalan kota ini, di sana kau bisa dengan mudah mendapat kerupuk panflet, spanduk dan baligho merek para calon pemimpin kita yang kebetulan lagi diobral murah.

 

Lalu untuk susunya dapat darimana mak?

     ; Kalau untuk itu, minum saja air sumur di belakang rumah. Maaf tak sempat kumasak air itu karena di negeri ini minyak tanah sudah menjadi barang langka. Bayangkan saja kau kau sedang minum susu anakku.

 

 

Makassar, april 2008

iip pasoloran





SEKILAS TENTANG KITA

kertas kita lagi kosong hari ini seperti piring di rumah yang menunggu basahnya lauk pena kita sedang kehabisan tinta padahal perusahaan pribadi terus saja bekerja siang malam sementara dia terus saja memberaki otak tapi tetap saja diam menjadi emas dan senyum menjadi bumbu menu masakan yamg tak kunjung hadir sebut saja kita sedang berada di labirin yang tak berujung tersesat tidak tau mesti melangkah kearaah mana karena mundur adalah sesuatu hampir yang mustahil setelah memilih

Pulang kerumah dan tidur di atas ranjang empuk mungkin adalah hal yang sedang terjadi dan mungkin akan terus berlanjut sampai kita mati dan hilang seiring dengan munculnya peradaban baru yang sudah merupakan harga mati dan kita tidak perlu menolaknya tapi cukup menghiasnya tidak seenak perut kita.

Hei, siang dan malam menertawai kita kawan tatkala mereka asyik dengan roda kodratnya kita tetap saja berjalan di tempat tapi anehnya hampir saj kita tak melirik kiri kanan mata kita tidak terletak dikiri dan kanan tapi di depan tepatnya di atas hidung kita yang tiap hari mesti mengendus aroma kota yang membosankan

Datang dan pergi sudah menjadi hukum mutlak yang sudah di tetapkan sang khalik tapi mungkin keduanya harus dengan alas an yang tak onani kita bisa lihat vestipal topeng monyet yang tiap hari kita mainkan sadar tidak sadar kita ada di dalamnya maaf saya tidak menganggap kita sama dengan monyet atau mungkin teori evolusi Darwin yang tadinya sudah gugur ternyata berlaku lagi kita mungkin saling menertawai kalau tampang kita menjadi monyet tak ada lagi alasan monyet intelektual atau apa yang jelasnya monyet tetap monyet cuma persoalan semantik saja yang diperdebatkan kalau pernyataan ini dipermasalahkan tapi mudah-mudahan tak seorang pun keberatan dengan pernyataan ini karena semakin kita perdebatkan kita akan semakin monyet saja.

Ya… kertas kita lagi kosong hari ini kawan semoga semenit kemudian kertas kita tidak lagi kosong agar ada wasiat yang bisa kita simpan setidaknya untuk menjadi prasasti di kemudian hari

Selamat malam semoga kita masih bisa lihat pagi hari ini

 

Makassar, 2006

iip pasoloran

 

 


 

PEREMPUAN DI BULAN NOPEMBER

Meneropong malam di garis batas losari

Inilah sang perempuan berparas rembulan yang menggenggam matahari

Tak perlu dia menari di awal hari untuk mendapat nafas fatimahnya

 

Meneropong malam di garis batas losari

Dialah sang penyair malam

Yang membawa pesan damai disetiap perang manusia

 

Kutunggu dia di selasar rumahku

Sebab bunga-bunga telah mati

Tak berdaya pada kekeringan tempat dia tumbuh

Pepohon tak lagi bercabang

Takut jikalau mati sebelum berbuah

Angin tak lagi bertiup

Sebab hidup telah lenyap

 

Kutunggu dia di tepi losari

Saat malam meneropong padaku

di bawah mendung yang sebentar lagi hujan

Kutunggu saat dia mengumpulkan butir-butir hujan untuk dijadikan tasbih disela doadoa

Kutunggu saat dia mengetuk pintu dengan suara malaikatnya

Pasti kubuka segera

 

Matahari!

Tak kuagungkan lagi dirimu jika dia telah menerangi ruang-ruang gelapku

 

Mawar!

Tak lagi kuindahkan dirimu

Jika dia telah tumbuh dihalaman hatiku

 

Wahai perempuan yang berhati abadi!

Aku selalu siap untuk kau sapa

Tentu telah kupersiapkan semuanya

Sebab akan kubangun kembali puing-puing hidup yang dulu hancur karena tempaan zaman yang belum memihak

 

Wahai perempuan yang berparas intan !

Akan kusampaikan indahmu disetiap pagiku

Agar kau selalu merekah di bumi

 

Wahai!

Kuingin wajahmu menghias di awal dan akhir hariku

 

Makassar, 2008

iip pasoloran

 

 

 


SAJAK SEORANG LELAKI TENTANG  KEKASIHNYA

Kutanyakan tentangmu pada bulan malam ini

Sejak kulangkahkan kaki menyusup gelap

Jejak tertinggal tak memberi ruang tempat berteduh dari hujan dan panas

Ah, Kegamangan menamparku bertubi-tubi

Sakit! tapi lidah kaku tak berirama menjemput nada bimbang. Hilang tapi tak mati

 

Kembali kutanyakan tentangmu pada bulan malam ini

Tak sempat ku diberi sejenak untuk bersenandung tentang indahnya lantunan sekelompok mawar

Hanya indera menjelma tapi tak mencipta cerita-cerita cinta

 

Lalu kutanyakan lagi tentangmu pada bulan malam ini

Tangis langit membasah dibumi tempat raga tak bertuan memetik putik-putik melati

Tapi tetap saja imagi bertarung membuat deretan tanya dalam hati

 

Tak lagi kutanyakan tentangmu pada bulan malam ini

Tiba-tiba bulan menyeruak masuk kedalam kamar hatiku dan berkata bahwa aku tak pernah sendiri 

 

Wahai!

Andaikan langit tak berbintang lagi

Akan selalu ada yang menghias wajahnya dengan sebutir mutiara agar tetap ada cahaya menghantar sampai pagi menyapa

 

Wahai!

Andaikan bunga-bunga mulai mati

Akan selalu ada yang mengajaknya bermain dengan rintik hujan agar terus menghias taman hati

 

Wahai!

Kuingin menghampar padang pengharapan sampai saat ajal menjelang

Dan akan kujemput dirimu dengan segaris senyum bahagia titipan yang masih kesemat di hati sampai pasti mati dan hilang

Akan kucintai dirimu sampai dibatas hidup

 

Makassar, januari 2009

iip pasoloran

 

 

 


PADA SENIMAN KAMPUS

Kau cairkan malam di belanga liat

Kau genggam siang di ruasruas jari

Malam dan siang menangis di tubuh

Merintih, menjerit, menangis bahkan mengemis

Ah!

Sekarang kau coba merayu kata

Ditiap nafasmu meluncur tubuh mungil bak mortir di padang pasir

Tak!

;tunggu dulu!

Bukankah semalam kau bercinta dengan bulan?

;stop!

Rasarasanya aneh, semalam kita duduk bersama memandang kaki langit sambil sedikit mengumpat nasib

;aku semakin bingung!

Kemarin kita rapikan almari di kepala sekedar menata kembali sambil berharap ada barang sisa yang bisa diukir indah. Tapi…

;ah sudahlah !

Katamu ini masa kita dan mari menentukan langkah selanjutnya

Hahahaha!

Maaf sedikit tersenyum

Kok tibatiba aku sangsi ya?

Ya, pada kita tentunya

Mampukah?

Hahahaha!

 

   Makassar, januari 2009

   iip pasoloran

 



 

Sajak cinta II

Kehilangan sepenggal larik syair, lalu malam menata bulan disudut langitnya. Terenyuh.

 

Galau menjemput rona wajahwajah rindu diam namun berkecamuk. Nanar

 

Sepi meradang di selasela detik dan tak merendahlah sang doa. Menepi

 

Parade bunyi berburu dan memburu jejak jemari yang kemarin. Semakin tak berirama

 

Ah….

Tikam, tikamlah sesak

Karena tak mampu ku lafadzkan rinduku padamu.

 

Kumohon bunuhlah rindu ini, biar abadi di altar khayangan

 

Purwakarta, 17 Mei 2010

Iip pasoloran

 

ruang satu
 
ruang dua
 
sebuah ruang perkenalan awal sebelum persenggamaan jiwa dan persepsi menjadi sebuah sketsa hidup yang menggemaskan
ruang tiga
 
ajari aku tentang cara meraba langkahmu sambil membingkai jejak sebagai titipan untuk masa depan
ruang empat
 
kenalkan sosokmu di altar langit hingga biasnya menerangi bumiku
ruang lima
 
tentang cintaku padamu yang kemarin ku tambatkan di ranting-ranting pepohon.
 
Today, there have been 1 visitors (2 hits) on this page!
Terkadang kita harus mengakhiri sesuatu di tempat dimana kita memulainya. Karena sepertinya sebuah eksistensi kemanusiaan harus dipertanyakan kembali, apakah betul kita ada dan bergerak ditiap siang dan malam. Ruang-ruang ini semakin sempit saja, karena sebanyak apapun kita membuat opini tentang ruang, maka secara tidak sadar kita sudah berubah menjadi angkuh dan membatasi ruang yang kita pahami. Lalu apalagi yang mesti dipertahankan, jika pada akhirnya kita sendiri yang menciptakan batas ruang dan waktu itu dan kemudian menjelma menjadi...... This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free