Ummu Khadijah

SEHELAI KERTAS


mungkin dengan selembaran
dapat menjadi alat komunikasi ramah antara aku dan dia
sehelai kertas sederhana dan sedikit bahasa pasti dan lugas
dapat menjadi penenang kalbunya
karena dijaman serba digital ini
tak ada yang tepat untuk berkomunikasi dengannya
yang berwatak keras, tempramen buruk dan juga ga jelas
dan akan kuperjelas dengan sebuah kertas sederhana
dan curahan hati yang kian kelabu mengikuti emosi

dengan tinta berderai air mata
dan seisi doa yang menggores dosa
juga permintaan yang melanggar takdir 

ini selembaran surat goresan luka diatas luka yang telah membekas
ini tulisan sederhana curahan hati dan luapan emosi yang ta terbendung
karena denganmu seakan tak ada jalan untuk menasihati
karena kau tak mengerti dengan bahasa lisan sederhana
inilah jalan satusatunya agar kertas surat ini basah dengan air mata penyesalan
hingga kusam termakan waktu
hingga kusam ditelan renungan
dan akhirnya sobek dengan sebuah perubahan.

 

KISAH AJAL

Ketika hidup tak lagi menemukan jasadnya…………….
Ketika nafas tak lagi berhembus pada tiang jasadnya
Ketika nafas tak lagi bekerjasama dengan jasadnya…….

Ucap selamat tinggal………………..
Yang terdalam dari ujung nafas perlahan hembuskan
Mengikuti akhir kisahnya didunia……..
Sepenggal bisikan memanggil……………
Dan sepenggal ruh mengalir lepas mengikuti arus bisikan hati
Laaa ilaha ilallah muhammaddarrasulullaah…… 

Lambaian terakhirnya mengusap rindu sebagian sudut duniawi………
Kedipan terakhirnya membahasahi pipi secuil jasad yang telah sunyi
Ditinggal nafas,ruh, dan akhirnya
Kembali ke sisiNYA

 

Aku rindu bukit sofa

ketika kesendirian ditempat itu menjadi teman setia

ketika air mata tak terbendung menjadi penghibur

ketika angin membelai menenangkanku

aku rindu akan padangmu

ketika kesibukan tak mampu kubendung

aku rindu hangatnya mentari dibukitmu

aku rindu dengan pijatan pohon jati yang tertanam ditubuhmu

kesibukan telah mengacunngkan telunjuk larangan untuk mengunjungimu

aku lelah tak berujung

dibuih-buih penantian yang tak lekang waktu

aku lemas tak bermakna

diatas pijakan bumi kering keronta

aku rindu padangmu

ketika domba-domba mengahampiri dan menyapaku

aku rindu pemandangan dari atas tubuh bukitmu

ketika kuasaNYA mampu menyadarkan kekhilafanku

aku kuasa tak bertepi atas egoku

dibuih-buih kenikmatan yang melahirkan sakit

aku rindu meraung mencabut tumbuhan liar yang mengotori bukitmu

aku tak mampu kecuali menangis dan teriak

membangunkan cacing yang menggeliat menyuburkan tanah dan bangkai mayat dibukitmu

aku tak mampu kecuali merenung dan melemaskan seluruh saraf

diatas lelahnya punggungmu mendengar kisahku.

 


 

 

 


ruang satu
 
ruang dua
 
sebuah ruang perkenalan awal sebelum persenggamaan jiwa dan persepsi menjadi sebuah sketsa hidup yang menggemaskan
ruang tiga
 
ajari aku tentang cara meraba langkahmu sambil membingkai jejak sebagai titipan untuk masa depan
ruang empat
 
kenalkan sosokmu di altar langit hingga biasnya menerangi bumiku
ruang lima
 
tentang cintaku padamu yang kemarin ku tambatkan di ranting-ranting pepohon.
 
Today, there have been 7 visitors (10 hits) on this page!
Terkadang kita harus mengakhiri sesuatu di tempat dimana kita memulainya. Karena sepertinya sebuah eksistensi kemanusiaan harus dipertanyakan kembali, apakah betul kita ada dan bergerak ditiap siang dan malam. Ruang-ruang ini semakin sempit saja, karena sebanyak apapun kita membuat opini tentang ruang, maka secara tidak sadar kita sudah berubah menjadi angkuh dan membatasi ruang yang kita pahami. Lalu apalagi yang mesti dipertahankan, jika pada akhirnya kita sendiri yang menciptakan batas ruang dan waktu itu dan kemudian menjelma menjadi...... This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free