sepi (putu wijaya)

SEPI

 

Ketika ayahnya meninggal, Merdeka mendapat inspirasi.

            “ Papa adalah orang yang praktis dan realistis. Ia seorang yang bijaksana, luhur budi pekertinya dan ekonomis. Ia pasti tidak suka segala bentuk kemubaziran, termasuk yang menyangkut jasadnya sendiri, “kata Merdeka menimbang-nimbang.

            Setelah tiga jam berpikir terus menerus, akhirnya ia memutuskan untuk memotong kedua tangan bapaknya dan kemudian memasangnya di tubuhnya sendiri. Ia juga hampir saja hendak memotong kedua kaki papanya, tetapi dokter yang memasang memprotes, sebab ia melihat ada penyakit dikaki orang tua itu. “Tangannya saja cukup, kau cukup mewarisi ringan tangannya, tidak perlu darah petualangan dikakinya, jangan nanti kamu keluyuran ke sana-kemari seperi gomabal kata dokter.

            Merdeka sebenarnya merasa menyesal sekali, tapi terpaksa manut. Walaupun begitu ia masih punya usul kecil. Bagaimana kalau anunya saja, kelihatannya masih bagus,” kata merdeka malu-malu kucing sambil menunjuk alat kelamin bapaknya.

            Dokter merenung sejenak, kemudian mengambil mikroskop, lalu memeriksa dengan teliti. Akhirnya dengan sebuah alat ia mencoba ngetes alat vital itu.Ternyata kalau ada energi , ia masih berfungsi dengan baik. Apalagi ukurannya termasuk gagah.

            Merdeka hampir saja tertawa ngakak dan bangga, tetapi dokter kemudian menggelengkan kepala. “Tidak mungkin” katanya dengan tegas,”secara etis ini akan menimbulkan skandal, secara praktis pasti akan mengakibatkan krisis moral dan dari segi hukum bisa diancam sebagai mengkampanyekan oedipus kompleks, karena termasuk barang impor yang tidak sesuai dengan politik kepribadian kita.Dus resikonya sangat berat.”

            “Lho tidak apa, itu malah bagus, ini kan eksperimen, makin banyak tantangannya, akan makin tinggi nilainya sebagai pencarian. Ini adalah sebuah revolusi yang tak berdarah dan murah. Sebuah kebangkitan nasional tanpa pembunuhan, kecuali memanfaatkan orang yang sudah dibunuh oleh tuhan.

            Dokter tetap menggeleng . “Tidak,aku tidak berambisi bikin revolusi, tidak mau menanggung resikonya. Meskipun aku edan, aku belum gendeng. Jadi aku tidak bisa selalu mengatakan bisa-bisa , meskipun memang biasa, karenamasih ada faktor-faktor X yang selalu aku perhitungkan didalam pengembaraanku mencari kebahagian didunia fana ini, katanya.

            “sudah , sudah , dokter kok jadi sentimentil sekarang. Sudah kerjakan saja, biar nanti saya yang menanggung akibatnya, “kata merdeka dengan kesal. “ Dokter tinggal menyumbangkan keterampilan, tangung jawabnya urusan saya, anda harus bias berpikir sederhana. Cobalah sedikit revolusioner dokter.”

            “saya revolusioner, jiwa saya cukup revolusioner.”

            “Tetapi didalam hati tok. Itu tidak cukup. Ayo pasang saja alat vital itu, kan mubazir kalau dibusukkan ditanah. Coba apa lagi yang bias kita manfaatkan. Matanya? Jantungnya? Buah pinggangnya ? atau giginya ?”

            Dokter menggeleng. “Masalahnya begini, organ-organ tubuh ini memang kelihatannya baik, tetapi dia sudah terlatih untuk melakukan sesuatu dengan pola tertentu, pola berpikir almarhum. Ideologinya, filsafat hidupnya, gayanya, aksinya dan kebiasaan – kebiasaannya sudah terbina. Sulit untuk mengubahnya lagi. Saya bias mencangkokkan ini ditubuh saudara, saudara Merdeka , tetapi saya tidak bias menjamin bahwa dia akan bersedia tunduik dibawah perintah saudara. Bayangkan, buat apa anda bernama merdeka kalau pada akhirnya tidak merdeka? Ini baru satu resiko saja, yang lain …… ? “

            Merdeka tertawa

            “kalau saya bodoh, memang bias saja alat vital papa memerintah saya, tetapi saya kan tidak sebodoh itu. Percuma dong kita lahir belakangan kalau tidak lebih pinter dari papa-papa kita, inidialektika kehidupan seorang merdeka. Jadi dokter, kecemaasan anda manusiawi tetapi sebenarnya tidak rasional. Dus pasang sajalah!”

            “apanya yang dipasang

            “alat vital itu.”

            Dokter bingung.

            “Jadi anda ingin punya dua?”

            “Bukan hanya dua. Kalau  bias sepuluh juga saya mau. Dan dengar, saya tidak mau dipasang ditempat yang sama. Itu namanya tidak kreatif. Saya ingin anda berimprovisasi sedikit. Pasang saja disini!”

            Merdeka dengan tidak ragu-ragu kemudian menunjuk ketengah-tengah dahinya. “Disini, tepat, seakan-akan ia menjadi pipa penyalur langsung dari apa yang dikerjakan oleh otak, jadi bukan penyalur apa yang dihasilkan oleh perut!”

            Dokter bengong dan menggelengkan kembali kepalanya. Merdeka langsung marah. “apa sih ini, apa sih? Dokter kok lamban sekali, dari tadi Cuma bengong dan mengeleng – menggeleng. Langsung saja pasang sebelum dia busuk. Ayo. Saya tidak perlu membentak bukan?”

            Dokter mengeleng lagi, lalu mendekatkan mulutnya berbisik. “Begini merdeka, soalnya bukan apa-apa. Eksperimen begini juga pernah dicoba, Cuma kemudian tidak diteruskan karena hasilnya kurang memuaskan. Maksud saya setelah dipasang, karena organ ini biasa terletak dibagian bawah, dekat dengan tanah, ia menolak untuk diletakkan diatas. Lau ia berontak sedemikian rupa, sehingga kita terpaksa berjalan dengan kepala dibawah dan kaki diatas.”  

            “Bagaimana dokter tahu itu?”

            “Ya Karena,karena eksperimen itu pernah saya coba sendiri,”kata dokter dengan tersipu-sipu. “Hebat-hebat!” teriak merdeka,”Sayang dokter tidak punya darah revolusioner yang sejati. Justru itu yang saya inginkan. Jalan dengan kepala terbalik dengan mengingkari hokum gravitasi bumi, jailah, apa itu tidak sedap. Ayo dokter, jangan buang waktu, tancep saja sekarang !”

            Walhasil, setelah digertak, akhirnyadokter mau juga memasang alat vital itu dikening Merdeka. Dan sebagaimana yang dikatakannya, begitu selesai pemasangan, merdeka langsung tidak bias lagi tegak diatas kakinya sendiri, karena kepalanya jadi terlalu berat. Terpaksa kemudian ia berjalan dengan kedua tangannya.”bagaimana rasanya,” Tanya dokter dengan cemas.

            Merdeka tertawa cekakakan.

            “Hebat-hebat dokter. Bukan hanya dunia jadi terbalik, tapi segala nilai-nilai juga terbalik, yang buruk jadi indah. Yang kers jasi lembut. Yang tidak cinta jadi cinta. Yang tidak adil menjadi adil dan yang salah jadi betul. Fantastis. Saya puas dengan akrobatik ini !” teriak merdeka. Dokter heran tapi terpaksa ikut bergembira melihat langganannya puas.

            Hanya sebulan kemudian Merdeka muncul lagi dengan tergesa-gesa. Dari luar kamar praktek ia sudah berteriak seperti orang histeris.

            “Dokteerrrrrrrrr!”

            Dokter meloncat dan memeluk Merdeka

            “Ada apa?”

            “Aku kesepiannnnnnnnn! Kenapa tidak kamu bilang aku bias kesepian berjalan terbalik sendirian. Kenapa tidak kamu bilang dulu!”

            Dokter menggeleng.

            “maaf aku lupa Ka, aku lupa Merdeka.”

            “Copot lagi copot lagi, aku tidak mau kesepiannnnn! Hayo!”

            Dokter menggeleng.

            “Kenapa?”

            “Aku bias memasangnya, tapi aku tidak bias mencopotnya.”

            “Bohong! Kamu bias. Kamu hanya tidak mau!”

            Dokter terus menggeleng

            “kenapa kamu tidak mau?”

            Tiba-tiba dokter itu menangis. Matanya yang tua masih bias mengeluarkan air mata. Tubuhnya gemetar. “Sudahlah, sudahlah Merdeka, tetap saja begitu. Tetap saja begini berjalan dengan kepala dibawah, biar kesepian, tahan saja, itu baik, itu akan lebih mudah, maksudku itu akan lebih bermanfaat. Aku sudah tua, aku sudah capek ngomong sama orang, mereka tidak akan percaya, lebih gampang buatku kalau ngomong pakai contoh. Sudahlah, biar saja, bijaksanalah, kuatkan imanmu, jadi pahlawan, jadilah contoh, supaya yang lain-lain tidak perlu mengulangi keedananmu!”

            Dokter tidak dapat melanjutkan kata-katanya. Ia jatuh pingsan. Merdeka tinggal sendirian diantara alat-alat yang ajaib dalam dekapan bau obat-obatan yang telah mencapai taraf kemajuan yang begitu tinggi. Hatinya bertambah kosong, makin sepi, makin sepi saja tanpa titik henti.

 

 

Jakarta 1980

(Dari Kumpulan Es)

ruang satu
 
ruang dua
 
sebuah ruang perkenalan awal sebelum persenggamaan jiwa dan persepsi menjadi sebuah sketsa hidup yang menggemaskan
ruang tiga
 
ajari aku tentang cara meraba langkahmu sambil membingkai jejak sebagai titipan untuk masa depan
ruang empat
 
kenalkan sosokmu di altar langit hingga biasnya menerangi bumiku
ruang lima
 
tentang cintaku padamu yang kemarin ku tambatkan di ranting-ranting pepohon.
 
Today, there have been 16 visitors (42 hits) on this page!
Terkadang kita harus mengakhiri sesuatu di tempat dimana kita memulainya. Karena sepertinya sebuah eksistensi kemanusiaan harus dipertanyakan kembali, apakah betul kita ada dan bergerak ditiap siang dan malam. Ruang-ruang ini semakin sempit saja, karena sebanyak apapun kita membuat opini tentang ruang, maka secara tidak sadar kita sudah berubah menjadi angkuh dan membatasi ruang yang kita pahami. Lalu apalagi yang mesti dipertahankan, jika pada akhirnya kita sendiri yang menciptakan batas ruang dan waktu itu dan kemudian menjelma menjadi...... This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free